MAKALAH
PENGANTAR
PENDIDIKAN
PENGARUH
SERTIFIKASI TERHADAP KUALITAS KINERJA GURU DI SDN 2 SAJANG KECAMATAN SEMBALUN
OLEH:
NAMA : TRIYATMI BUDIARSIH
NIM : E1A015060
PRODI : PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MATARAM
2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter) dan pikiran (intelektual dan tubuh anak). Apabila di pandang dari
sisi sejarah, pendidikan merupakan suatu proses panjang yang membawa manusia
menjadi sosok yang memiliki kekuatan spiritual dan intelektual. Sehingga
memungkinkan manusia untuk terus meningkatkan kualitasnya di berbagai aspek
kehidupan yang di jalani. Hal ini berarti kualitas kinerja seorang pendidik
menjadi sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Pendidik harus
memenuhi standar pendidik dan tenaga kependidikan yang di amanatkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 28 yang menyatakan bahwa
“pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang
relevan. Adapun kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang pendidik sebagai
agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi professional.pendidik memiliki fungsi dan
peran yang sangat strategis dalam pembentukan dan pemberdayaan generasi penerus
bangsa yang fungsi dan perannya tersebut akan semakin signifikan di masa
mendatang. Fokus utama dalam proses pendidikan adalah terbentuknya peserta
didik menjadi manusia baru yang menyadari posisi kemanusiaannya. Dalam realita
kemanusiaan, proses ini berujung pada upaya pembentukan peserta didik yang
berwatak, beretika, dan bermoral melalui kegiatan pembelajaran yang bukan hanya
transfer of knowledge akan tetapi
juga proses transfer of values. Oleh
sebab itu, peningkatan kualitas pendidik merupakan suatu keharusan yang
memerlukan penanganan yang lebih serius. Disamping perlu terpenuhinya
standar-standar nasional pendidikan yang lain. Sebagaimana yang telah di
amanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang
menyatakan bahwa tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
Salah satu langkah yang diharapkan
mampu mendongkrak kualitas pendidik adalah melalui program sertifikasi guru.
Program ini di tempuh melalui dua jalur yaitu penilaian fortofolio dan jalur
pendidikan. Sebagaimana yang dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul “Kiat Menjadi Mendidik yang Kompeten”
karya Muhammad Saroni yang menyatakan tujuan sertifikasi tidak hanya untuk
mendapatkan sertifikat pendidik semata, namun melalui sertifikasi tersebut di
harapkan profesionalisme kerja guru dapat meningkat, proses pembelajaran
menjadi lebih baik, tujuan nasional pendidikan tercapai, dan terciptanya
kondisi “the right man in the right place” yaitu guru berada di tempat yang
sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hal tersebut di perkuat dengan
Undang-Undang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa sertifikasi sebagai bagian
dari peningkatan mutu guru dan peningkatan kesejahteraannya.
Jumlah
pendidik di Indonesia sekitar 2,92 juta guru yang diketahui tersertifikasi
sejak tahun 2007 sampai 2014 sebanyak 1.580.267 guru. Adapun guru yang
diprioritaskan Kemendikbud yang didorong untuk memenuhi sertifikasi di akhir
tahun ini sebanyak 166.770 guru. Hal ini menyebabkan anggaran tunjangan di
tahun 2016 meningkat sebanyak Rp. 3 triliun. Peningkatan ini menurut Dirjen
Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata nantinya digunakan
untuk memfasilitasi 166.770 guru yang diperkirakan sudah tersertifikasi di
tahun 2016. Sehingga total anggaran di tahun 2016 yang disiapkan adalah Rp. 80
triliun dari total anggaran pada tahun 2015 adalah Rp. 77 Triliun. Tingginya
anggaran yang telah dikeluarkan Negara untuk meningkatkan kualitas profesi guru
seharusnya akan mencetuskan pendidik yang berkualitas dalam kinerjanya dan
professional tehadap tugas dan kewajibanya.
Demikian
pula yang seharusnya terjadi di SDN 2 Sajang Kecamatan Sembalun, yang terletak
di Kabupaen Lombok Timur. Para pendidik diharapkan mampu meningkatkan kualitas
kerja dan mutu pembelajaran, terutama pendidik yang telah mampu menempuh
program sertifikasi. Akan tetapi kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan
yang diharapkan. Jumlah guru yang bertugas saat ini ada 12 guru. Guru-guru
tersebut yang berstatus PNS sebanyak 7 orang, non-PNS 5 orang, dan 4 orang guru
yang tersertifikasi. Dengan jumlah peserta didik keseluruhan adalah 227 orang.
Apakah dengan kondisi seperti ini, proses pembelajaran dapat berjalan dengan
kondusif ? .Terlebih dengan jumlah guru tersertifikasi yang sangat minim.
Bahkan problema yang terjadi sebagian besar dari guru yang tersertifikasi ini sangat
perlu untuk dibenahi kinerjanya. Kinerja guru dapat di katakana sangat rendah.
Rendahnya kinerja guru sangat berhubungan dengan tingkat kematangan (kemampuan
dan kemauan) guru yang berbeda-beda. Ada guru tersertifikasi dengan tingkat
kematangan tinggi dan ada guru non-sertifikasi dengan tingkat kematangan
rendah. Dari pengamatan di SDN 2 Sajang di peroleh data bahwa di kalangan guru
tersertifikasi juga terjadi perbedaan tingkat kematangan. Bahkan tingkat
kematangan sebagian guru tersertifikasi
jauh lebih rendah dari pada tingkat kematangan guru non-PNS. Berdasarkan
pengamatan tersebut timbul pertanyaan yang sangat mendasar “apakah dengan
sertifikasi akan benar-benar melahirkan guru yang berkualitas dan berdedikasi
tinggi ?”. Hal ini yang membuat permasalahan ini semakin menarik untuk dikaji. Data
tersebut di dapatkan dari hasil wawancara pengamat dengan kepala sekolah
sebagai pimpinan yang mengatakan bahwa “kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru yang tersertifikasi jauh dari standar, hanya satu dari keempat guru
tersebut yang sudah dapat di katakana melampaui standar, satu diantaranya lagi
sudah memenuhi standar. Sisanya belum dapat menguasai dan menerapkan 4
kompetensi mendasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, bahkan kinerjanya
tidak dapat dibandingkan dengan guru non-PNS, saya akan mengambil langkah tegas
dalam hal ini, karena hal ini dapat merugikan banyak pihak. Baik peserta didik
maupun Negara yang telah banyak mengeluarkan anggaran. Bagaimana jadinya
apabila kejadian seperti ini bukan hanya terjadi di sekolah kami”. Sedangkan
keterangan dari salah seorang siswa kelas 6 meyatakan pendapat terkait guru
tersertifikasi tersebut “peserta didik
merasa sangat dirugikan, pembelajaran yang dilakukan sangat membosankan, materi
yang diberikan itu-itu saja setiap kali pertemuan, bahkan guru tersebut sering
meninggalkan pembelajaran sebelum jam pelajaran habis, padahal peserta didik
harus menguatkan materi dan banyak latihan mengingat sebentar lagi mendekati
Ujian Nasional”.
Dari latar belakang permasalahan ini,
pengamat tertarik untuk mengangkat makalah yang berjudul “Pengaruh Tunjangan
Sertifikasi terhadap Kualitas Mengajar Guru di SDN 2 Sajang Kecamatan
Sembalun”.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang
rumusan masalah di atas, maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimanakah pengaruh
tunjangan sertifikasi terhadap kualitas kinerja guru di SDN 2 Sajang ?
2.
Bagaimana langkah
dalam mengatasi problema pendidikan yang berkaitan dengan tunjangan sertifikasi
di SDN 2 Sajang secara khusus dan di Indonesia secara umum ?
1.3
Tujuan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.
Pengaruh tunjangan
sertifikasi terhadap kualitas kinerja guru di SDN 2 Sajang
2.
Solusi atas
permasalahan pendidikan yang berkaitan dengan tunjangan sertifikasi guru.
1.4
Manfaat
Berdasarkan pada
tujuan pengamatan ini dilakukan, maka penulis berharap hasil pengamatan ini
nantinya dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1.
Kegunaan teoritis
Secara
teoritis hasil pengamatan ini akan memberikan sumbangan pemikiran bagi pendidik
terkait dengan pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kualitas mengajar guru
khususnya di SDN 2 Sajang.
2.
Kegunaan praktis
a. Bagi
pendidik: dapat menjadi motivasi pendidik dalam mengembangkan karir dan
meningkatkan kualitas mengajar serta meningkatkan mutu pendidikan.
b. Bagi sekolah: dapat mengetahui hal-hal yang dapat
mempengaruhi kualitas kinerja guru khususnya di SDN 2 Sajang.
c. Bagi
masyarakat: dapat menumpuhkan kesadaran akan perlunya peran orang tua dan
lingkungan dalam proses pendidikan anak.
d. Bagi
penulis sebagai calon guru: dapat memperoleh wawasan pengetahuan secara
langsung dan riil tentang arti pentingnya kualitas kinerja guru dan tanggung
jawab guru dalam dunia pendidikan.
1.5
Metode
Pengumpulan Data
Untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penulisan, penulis menggunakan beberapa
metode untuk mengumpulkan data, diantaranya:
1.
Observasi
Observasi
dilakukan untuk memperoleh informasi atau sebagai alat pengumpul data yang
dilakukan secara sistematis. Dalam observasi ini, diharapkan pengamat mengamati
keadaan yang wajar dan sebenarnya tanpa ada usaha untuk mempengaruhi, mengatur
atau memanipulasi data.
Adapun
bentuk observasi yang penulis lakukan adalah observasi partisipatif, penulis
terlibat langsung dalam proses keseharian guru yang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data pengamatan. Sehingga penulis mengetahui kondisi objektif
mengenai keadaan sekolah dan kegiatan belajar mengajar guru tersertifikasi.
2.
Wawancara
Wawancara
adalah suatu bentuk komunikasi verbal (percakapan) yang bertujuan untuk
memperoleh informasi. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data-data guru
tersertifikasi dan bagaimana pandangan guru terhadap adanya program sertifikasi
tersebut.
3.
Tinjauan pustaka
Tinjauan
pustaka ini digunakan untuk melengkapi penjelasan dalam pembahasan. Dan sebagai
tolak ukur antara data yang didapatkan dari hasil observasi dan wawancara
dengan teori yang sudah ada dan berlaku umum.
BAB II
ISI
Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan
dasar bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan, bahwa pendidikan yang bermutu
dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Karena itu, pendidikan yang
bermutu perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Untuk mewujudkan mutu pendidikan dan pembelajaran yang
berkualitas tidak hanya bergantung pada satu komponen saja, tetapi semua
komponen, yang meliputi siswa, materi, media, sarana dan prasarana, kurikulum,
dan biaya/dana. Namun semua komponen pendidikan tidak dapat dimanfaatkan secara
optimal bagi peningkatan mutu proses dan hasil belajar tanpa didukung oleh
keberadaan guru yang secara kontinyu berupaya mewujudkan gagasan, ide dan pemikiran
dalam bentuk perilaku dan sikap yang terunggul dalam tugasnya sebagai pendidik.
Seorang guru dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya perlu didukung adanya kinerja yang
optimal, karena guru sebagai komponen yang utama dalam menentukan keberhasilan
pembelajaran. Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan
tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran,
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran (Utami,
2006:13). Kinerja guru yang dicapai harus berdasarkan standar kemampuan
profesional selama melaksanakan kewajiban sebagai guru di sekolah. Kinerja guru
mempunyai spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur
berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap
guru. Kinerja guru dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: faktor kemampuan dan
faktor motivasi (Sutemeister, 2009). Motivasi merupakan daya penggerak dari
dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan
(Sardiman, 2007:73), bila motivasi kerjanya tinggi maka akan berpengaruh pada
kinerja yang tinggi dan sebaliknya jika motivasinya rendah maka akan
menyebabkan kinerja yang dimiliki tersebut rendah.
Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi sebagai
upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru
bagus diikuti dengan penghasilan bagus, diharapakan kinerjanya juga bagus.
Apabila kinerja guru bagus maka Kegiatan Belajar dan Mengajarnya juga bagus.
KBM yang bagus diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu. Pemikiran
itulah yang mendasari bahwa guru perlu disertifikasi (Muslich, 2007:8). Program
sertifikasi merupakan program pemberian sertifikat bagi guru yang telah
memenuhi sejumlah persyaratan menuju guru profesional. Guru yang telah
memperoleh sertifikat profesi akan mendapatkan sejumlah hak yang antara lain
berupa tunjangan profesi yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok guru
tersebut. Program sertifikasi ini menjadi suatu keharusan bagi bangsa Indonesia
di samping karena konsekuensi dari produk hukum, juga secara hakiki karena
tekad yang mendalam dari seluruh komponen bangsa yang ingin memperbaiki mutu
pendidikan di negeri ini.
Menurut Sarimaya (2008:12) program sertifikasi guru bertujuan
untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran
dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) peningkatan proses dan mutu
hasil pendidikan, dan (3) peningkatan profesionalisme guru. Adapun manfaat
sertifikasi guru menurut Muslich (2007:9) antara lain (1) melindungi profesi
guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak
citra profesi guru itu sendiri, (2) melindungi masyarakat dari praktik
pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya
peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri
ini, (3) menjadi wahana penjamin mutu bagi lembaga penyelenggara pendidikan
tenaga kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga
berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan, (4) menjaga
lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang
potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Suyotno, dalam bukunya yang berjudul Panduan Sertifikasi Guru menyebutkan bahwa prinsip sertifikasi
adalah (1) dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel, (2) berujung
pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan mutu guru dan
kesejahteraan guru, (3) dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan, (4) dilaksanakan secara terencana dan sistematis, (5)
jumlah sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah. Mengapa dilakukannya
sertifikasi karena guru merupakan
sebuah profesi seperti profesi lain: dokter, akuntan, pengacara, sehingga
proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan. Seseorang yang akan menjadi
akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula
untuk profesi lainnya termasuk profesi guru. Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan
tanggal 30 Desember 2005. Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8: guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat
pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan. Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional,Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan
pada tanggal 4 Mei 2007.
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu
tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua
fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan
pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan
adalah untuk mencapai kualitas. Jika seorang guru kembali masuk kampus untuk
meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk
mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan
ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara,
termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan
telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula jika guru
mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi,
melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki
kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan
profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud.
Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna
memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar
untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan
membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kinerja guru. Dalam dunia pendidikan
guru memikul tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, selain guru mendidik
pintar peserta didiknya secara akal, (mengasah kecerdesan IQ Intelligence
Quotient), guru juga mendidik peserta didiknya untuk santun dalam budi
pekertinya. Menjadi guru yang profesional tidak cukup dengan penguasaan materi
saja, akan tetapi mampu mengayomi peserta didiknya, menjadi contoh atau teladan
bagi peserta didiknya, selalu mendorong peserta didiknya untuk berbuat lebih
baik dan maju, serta menjaga kode etik guru, seperti filosofi Ki Hajar
Dewantoro “ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri
handayani”.
Terkait dengan pengaruh sertifikasi terhadap kualitas kinerja
guru di SDN 2 Sajang, dapat di amati berdasarkan pengamatan langsung mengenai
sejauh mana guru tersertifikasi tersebut menguasai empat kompetensi wajib yang
harus dimiliki dan wawancara pimpinan yang banyak mengetahui kualitas kinerja
bawahanya serta wawancara terhadap
peserta didik tentang kenyamanan, kefokusan, dan keefetifan situasi belajar
yang di terapkan oleh guru tersertifikasi di sekolahnya. Selain itu juga dapat
di analisis dengan mempertimbangkan golongan dan pendidikan terakhir guru
tersertifikasi tersebut. Empat kompetensi yang menjadi tolak ukur keberhasilan
sertifikasi guru meliputi (1) Kompetensi Kepribadian ,kompetensi
kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik
dan berakhlak mulia, (2) Kompetensi Pedagogik, kompetensi pedagogik meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya, (3) Kompetensi Profesional , kompetensi
profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur
dan metodologi keilmuannya, (4) Kompetensi Sosial , kompetensi sosial merupakan
kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar.
Berdasarkan data yang di peroleh dari SDN 2 Sajang, diketahui
jumlah keseluruhan guru adalah 12 orang. Adapun jumlah populasi dalam
pengamatan ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Populasi
Pengamatan
|
Data atau
dokumentasi
|
Jenis kelamin
|
Presentasi (%)
|
|
|
L
|
P
|
||
|
Guru
sertifikasi jalur fortofolio
|
0
|
0
|
0
|
|
Guru
sertifikasi jalur PLPG
|
3
|
1
|
33,33
|
|
Guru
non-sertifikasi
|
7
|
1
|
66,67
|
|
Jumlah
guru keseluruhan
|
12
|
100
|
|
Tabel di atas menunjukkan bahwa guru lulus sertifikasi hanya
melalui jalur PLPG yaitu sebanyak 4 orang yang memiliki presentase 33,33 % dari
jumlah keseluruhan guru. Presentase yang tergolong rendah. Yang di harapkan
adalah di atas 60% guru seharusnya sudah tersertifikasi. Hal ini karena
keyakinan bahwa guru tersertifikasi akan memiliki mutu yang lebih baik dalam
proses pembelajaran. Guru tersertifikasi adalah guru yang sudah cukup mampu
untuk melaksanakan dan menguasai empat kompetensi mendasar yang harus dimiliki.
Sehingga mampu merubah peserta didiknya menjadi manusia yang benar-benar siap
menghadapi tantangan zaman baik di bidang ilmu pengetahuan teknologi dan
pemahaman atas nilai-nilai etika dan moral. Akan tetapi inilah kenyataan yang
terjadi, sejak di berlakukannya sertifikasi guru pada tahun 2007 hanya 4 orang guru saja yang sudah
tersertifikasi itupun mereka lulus sertifikasi pada tahun 2013.Hal ini
menyatakan bahwa guru di SDN 2 Sajang
tertinggal jauh dari daerah-daerah lain. Penyebab lainya adalah karena
akses informasi di wilayah sekolah ini masih sangat minim. Terutama dalam
penguasaan teknologi modern dalam berkomunikasi. Selanjutnya sangat di
harapkan dalam waktu singkat kedepanya
jumlah guru tersertifikasi meningkat dengan catatan bahwa proses sertifikasi
mencetuskan guru yang kualitas kinerjanya terjamin. Perlu penanganan serius dari
pihak Perguruan Tinggi penyelenggara sertifikasi untuk lebih cermat dan
konsekuen dalam melakukan seleksi guru tersertifikasi.
SDN 2 Sajang memiliki
tenaga kependidikan yang terdiri dari seorang kepala sekolah, 6 orang guru
tetap, dan 5 orang guru tidak tetap.
Tabel 1.2
Ketenagaan Menurut Status Kepegawaian, Jabatan, Golongan dan Pendidikan
Terakhir
|
Status kepegawaian
|
Jabatan
|
Golongan
|
Pendidikan terakhir
|
Pendidikan terakhir guru
tersertifikasi
|
||||||||||
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
SPG
|
D2
|
D3
|
S1
|
S2
|
SPG
|
D2
|
S1
|
S2
|
||
|
Tetap
|
Kepala sekolah
|
|
|
|
1
|
|
|
|
1
|
|
|
|
1
|
|
|
Guru tetap
|
|
1
|
3
|
1
|
1
|
1
|
|
4
|
|
1
|
1
|
1
|
|
|
|
Tidak tetap
|
Guru tidak tetap
|
|
|
|
|
|
1
|
|
4
|
|
|
|
|
|
|
Guru wiyata bhakti
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Guru CPNS
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
JUMLAH
|
|
|
|
|
1
|
2
|
|
9
|
|
1
|
1
|
2
|
|
|
Berdasarkan
tabel diatas kita dapat menelaah penyebab mendasar kurang berhasilnya
sertifikasi dalam melahirkan guru yang berkompeten dan kualitas kinerja yang
baik di SDN 2 Sajang. Melalui data pendidikan terakhir guru tersertifikasi
sampai saat ini masih ada yang hanya lulusan SPG dan D2. Hanya 2 orang guru
saja yang sudah memenuhi persyaratan utama yaitu minimal memiliki ijasah akademik atau kualifikasi akademik
minimal S-1 atau D4. Hal ini sangat memprihatinkan, pendidikan guru
tersertifikasi bahkan kalah dengan pendidikan guru tidak tetap. Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai
syarat utama seorang guru mengajukan keinginanya mendapat sertifikat pendidik
masih saja terjadi penyimpangan dalam prosesnya. Untuk lebih jelasnya
permasalahan ini, kita perlu mengetahui urutan kriteria calon peserta
sertifikasi sebagai berikut yaitu (1) masa kerja, (2) usia, (3) golongan (bagi
PNS), (4) tugas tambahan, (5) prestasi kerja, dan (6) beban
mengajar. Jika dilihat dari masa kerja 2 guru tersertifikasi yang belum
memenuhi standar tersebut memang beliau sudah memiliki masa kerja yang
melampaui batas. Beliau mengabdi sejak tahun 1990. Waktu yang cukup lama. Dan
usia beliau-pun sudah di penghujung masa mengajar. Hal ini juga menjadi bahan
pertimbangan guru tersebut di luluskan dalam ujian sertifikasi. Akan tetapi,
jika kita berkaca kembali pada program pemerintah dalam kesetaraan guru yang
mewajibkan pendidikan terakhir seorang guru Sekolah Dasar adalah S1atau D1V
maka timbul lagi pertanyaan apakah kesetaraan itu dilakukan secara merata di
seluruh wilayah NKRI ?. Bahkan sekarang bukti nyata yang terjadi masih ada guru
yang belum berpendidikan S1 atau DIV. Sebaiknya pemerintah lebih peka lagi
dalam hal ini, meninjau kembali hasil dari program yang di jalankan. Apakah
sudah merata atau tidak, harus di data secara menyeluruh sampai ke bagian
pelosok sekolah-pun selama masih dalam koridor wilayah NKRI. Selain itu, pihak
guru juga harus memiliki kesadaran dalam meningkatkan kualitasnya melalui
perbaikan jenjang pendidikan yang dilalui. Walaupun tujuanya untuk memiliki
ijazah sesuai standar yang berlaku. Akan tetapi, harus di ingat kembali niat
utama sebelum tujuan itu tercapai adalah bagaimana menjadi seorang pendidik
yang professional. Ini menyangkut kualitas generasi pembelajar, kualitas anak
bangsa. Jadi seorang guru harus menanamkan prinsip seperti dalam agama kita
“jika belajar itu adalah ibadah, maka berprestasi itu adalah dakwah”. Seorang
guru harus mampu berprestasi sebagai bekal dakwah kepada peserta didiknya.
selain
data tersebut, didapatkan pula data melalui wawancara terhadap pimpinan,
guru-guru dan peserta didik di SDN 2 Sajang. Wawancara ini terkait dengan
penguasaan empat kompetensi oleh guru tersertifikasi. Keterangan yang di
dapatkan baik dari pimpinan maupun guru-guru dalam sekolah tersebut yang
terkait memiliki penjelasan yang intinya sama. Mengenai kompetensi pedagogik,
jangankan merencanakan proses pembelajaran yang kondusif, menyusun strategi pembelajaran
yang menarik untuk peserta didik yang masih duduk di bangku sekolah dasar,
materi pembelajaran yang di sampaikan hanya itu-itu saja setiap kali pertemuan.
Suasan kelas tidak terkontrol. Masalah kompetensi professional dan sosial sudah
tidak perlu di tanyak lagi, jangankan memikirkan bagaimana berinteraksi dengan
orang tua/wali peserta didik, berintraksi dengan peserta didik saja sudah tidak
bias di control dengan baik lagi. Positifnya dari segi kompetensi kepribadianya
yaitu ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang dibuktikan dalam proses
pembelajaran pendidik ini selalu berusaha memberikan selingan nasehat mengenai
ketakwaan kepada peserta didiknya. Disisi lain beliau juga sering meninggalkan
pelajaran disaat jam pembelajaran yang seharusnya masih aktif. Secara langsung
mengajarkan peserta didik untuk pulang sebelum saatnya pulang (bolos). Kondisi
fisik dari kedua guru ini sebenarnya sudah tidak memungkinkan lagi untuk
melanjutkan profesinya. Dikarenakan keduanya sudah mengalami penyakit struk
bahkan sebelum menjalani tes ujian sertifikasi. Seperti biasa, penyakit ini
akan menggrogoti bagian tubuh lainya seperti kurang normalnya pendengaran dan
kesulitan dalam berbicara. Hal ini menjadi masalah yang semakin rumit,
disamping belum memenuhi syarat utama, guru ini juga bermasalah pada standar
kompetensinya. Melihat kondisi seperti ini, pemimpin atau kepala sekolah
mencoba mengambil tindakan tegas dengan tidak menandatangani persyaratan untuk
tunjangan sertifikasi pada triulan berikutnya. Namun apa yang terjadi ? guru
tersebut tidak terima dengan kebijakan yang dilakukan pimpinanya. Lalu beliau
diberikan kesempatan lagi untuk memperbaiki kinerjanya. Alhasil, nihil. Kinerja
yang dilakukan sama sekali tidak ada perubahan. Dan sekarang kepala sekolah
mengambil tindakan tegas atas permasalan bawahanya tidak akan di tanda tangani
persyaratan untuk tunjangan sertifikasi triulan selanjutnya apapun yang
terjadi. Kinerja guru sertfikasi yang lainya atau yang sudah memenuhi standar
dan kriteria terbilang sudah melampaui standar minimum. Ini dibuktikan dengan
kinerja mereka, baik dalam penguasaan kompetensi dengan keterangan dari pihak
guru-guru yang lainya dan peserta didik, kedua guru ini sudah luar biasa. Salah
satu guru (kepala sekolah) pernah menjadi salah satu guru berdedikasi di daerah
terpencil karna pengabdianya pada bangsa melalui penddikan, hal ini resmi dari
pemerintah. Dan guru yang satunya lagi sekarang sedang melanjutkan studi ke
jenjang yang lebih tinggi, mengejar gelar Master. Semoga beliau dipermudah. Pada dasarnya peningkatan kualitas pendidikan
sangat ditentukan oleh oprasionalisasi managemen di tingkat sekolah, peran
utama dalam meningkatkan roda managemen sekolah terletak pada kepala
sekolah(Wahyosumidjo, 2011:440). Keberhasilan penddikan disekolah sangat
ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan
yang tersedia disekolahnya. Keberhasilan kepala sekolah tersebut sangat
berkaitan dengan kepemimpinan dan managemennya meningkatkan kinerja komponen
didalamnya. Komponen yang sangat menentukan mutu pendidikan tersebut adalah
kinerja guru.
Berdasarkan
permasalahan tersebut dapat dikatakan bahwa sertifikasi sangat berpengaruh
terhadap kualitas kinerja guru. Berpengaruh baik bagi guru yang benar-benar
ikhlas mengemban amanah mulia ini. Dan sangat ironis bagi guru yang tidak
memanfaatkan kesempatan baiknya untuk lebih banyak mengembangkan diri,
meningkatkan kualitas diri untuk tercapainya kualitas peserta didik.
Solusi
dari permasalahan ini adalah salah satunya yang akan di terapkan pada tahun
2016 ini yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan
tunjangan profesi yang diberikan kepada guru berbasis kinerja. Jadi pembayaran
tunjangan guru berdasarkan kehadiran dan kinerja guru dilapangan. Pembayaran tunjangan berbasis kinerja terbukti membuat kualitas layanan
pendidikan lebih efektif. Ini yang terlihat dari hasil uji coba tunjangan
berbasis kinerja guru yang dilakukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K), dan dipresentasikan di hadapan Mendikbud. TNP2K melakukan uji coba program Kinerja dan Akuntabilitas Guru (KIAT
Guru). Program tersebut dilakukan di 2 kecamatan yang ada di Kabupaten
Ketapang, yakni Kecamatan Nanga Tayap dan Kecamatan Tumbang Titi. Dalam dua
kecamatan tersebut uji coba diaplikasikan pada 10 sekolah, terhadap 68 guru
dengan menggunakan tunjangan tamsil (APBD Kabupaten). Solusi ini sangat memungkinkan dan
baik untuk dilakukan agar tujuan dari tunjangan yang diberikan tersebut selaras
yaitu selain untuk meningkatkan kesejahteraan guru juga meningkatkan kualitas
kinerja guru. Sehingga tidak terjadi lagi permasalahan seperti diatas. Guru
yang meninggalkan kewajibanya akan tetapi haknya di tuntut penuh. Selain itu,
bagi guru yang tersertifikasi atas dasar syarat usia diatas 50 tahun walaupun
belum memenuhi syarat utama yaitu memiliki ijazah S1 atau DIV sebaiknya
diberikan tunjangan yang tidak setara dengan tunjangan sertifikasi, karena
secara tidak langsung itu membebani dari segi hakekat tunjangan sertifikasi ini
di adakan. Alangkah lebih baiknya lagi kalau di lakukan pesiun walaupun dari
segi umur belum waktunya. Akan tetapi, dari segi kemampuan mengemban amanah
sudah jauh di bawah standar. Untuk solusi belum terpenuhinya syarat utama,
sebenarnya bisa saja guru tersebut tersertifikasi. Karena pada dasarnya yang
terpenting disini adalah bukan sejauh apa ataupun setinggi apa lulusan jenjang
pendidikan seorang guru melainkan sejauh apa seorang guru tersebut menguasai
sekaligus mengaplikasikan empat kompetensi yang ada pada dirinya. Sehingga guru
tersebut memiliki bekal dalam mengajar, mendidik, mengarahkan, membimbing
ataupun menilai dan mengevaluasi peserta didiknya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat
disimpulakan bahwa sertifikasi sangat berpengaruh terhadap kualitas kinerja
guru di SDN 2 Sajanng. Adanya pengaruh ini di dasarkan pada proses sertifikasi
guru yang ditempuh melalui jalur yang berbeda-beda. semua guru tersertifikasi
melalui jalur PLPG akan tetapi penyebab kelulusanya tersebut yang berbeda. Ada
yang lulus jalur PLPG murni karena persyaratan yang mendasar lainya terpenuhi
dan sebagian non-S1 atau DIV tetapi karena usia sudah diatas 50 tahun dan
golongan IVA. Sehingga perlu ditinjau kembali tata cara atau mekanisme dari
pengadaan sertifikasi. Misalkan dengan mekanisme pembayaran tunjangan berbasis
kinerja.
3.2 Saran
Perlu adanya pelatiahan yang lebih
mendalam lagi bagi guru tersertifikasi, bukan hanya sekedar apa yang didapatkan
pada saat PLPG. Karena pada dasarnya pelatihan tersebut tidak mampu membawa
pengaruh banyak bagi kemajuan kualitas guru. Jadi perlu adanya kesadaran
sendiri dari pihak guru untuk melatih dan mengembangkan lagi kemampuanya secara
berkelanjutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Jaya,
Nur.2015. Pengertian, Tujuan, Manfaat,
dan Dasar Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru. Diakses dari:
http://agendajaya.blogspot.com (pada hari Jum’at, 1
Januari 2016 pukul 03:42 WITA).
Muslich,
Masnur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju
Profesionalisme Pendidik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nasution.
2006. Metode Research. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Nirmala,
Siska. 2015. Tunjangan Sertifikasi Guru
2016. Diakses dari:
pukul 04:02 WITA).
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2008. Bandung: Diperbanyak
oleh Fokusmedia.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Sarimayu, Farida. 2008. Sertifikasi Guru Apa, Mengapa dan Bagaimana?.
Bandung:
Yrama Widya.
Saroni, Muhammad. 2006. Kiat Menjadi Pendidik Yang Kompeten.
Yogyakarta: AR-RUZZ.
Soekarno, Fuji R. 2009. Kinerja Guru dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya. Diakses dari:
pukul 04:07 WITA).
Sugiyono.2010.
metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suyatno.
2008. Panduan Sertifikasi Guru.
Jakarta: Indeks.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Mendiknas Nomor 11 Tahun 2005.2006. Bandung: Citra Umbara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar