Sabtu, 22 Oktober 2016

AISYAH DI ZAMANKU/CERPEN



AISYAH DI ZAMANKU

Ku sebut Ia Aisyah di zamanku. Tonggak perjuangan muslimah berhati pelangi ini diawali ketika ayahnya wafat. Siang itu, terik matahari tepat diatas kepala, menembus kudung hitam Aisyah, rupanya saat itu Allah sedang melemparkan setetes api neraka ke bumi. Tetapi semua itu tidak menyurutkan semangat Aisyah untuk bertemu sang ayah yang selalu mengecup keningnya sepulang sekolah sembari mengatakan “anak sholehah kebanggaan ayah”. Aisyah terus berjalan menginjaki bayangan kepala mungilnya di sepanjang jalan setapak menuju surganya, rumah bambu yang penuh dengan tawa. Di penghujung jalan setapak tempat Aisyah berdiri tegak, menghusap keringat di hidungnya, akan terlihat dari kejauhan lelaki hebat melambaikan tangan dengan senyuman dan keceriaan menyambut bidadari kecilnya. Tetapi kali ini berbeda, tampak dari kejauhan seorang perempuan tersenyum lebar melambaikan tanganya. Iya, dia adalah ibunda Aisyah. Bunda yang tak kalah luar biasa dari ayahnya, kecupan manis di tiga sisi wajah Aisyah “anak sholehah kebanggaan bunda”.  “Ayah dimana bun ?” Aisyah bertanya dengan keceriaan yang menutupi letihnya, “ayah pagi ini berlayar, ayah titip salam maaf, karena hari ini ayah tidak bisa menunggu bidadari kecilnya pulang sekolah” kata bunda menyertakan colekan di hidung Aisyah. Aisyah tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Sore itu, as-syams  pulang lebih awal, setelah seharian penuh menyinari jagat raya, gelap menutupi atmosfer bumi. Gumpalan awan pekat bergerak cepat melintasi atap surga mereka. Kegelisahan, ketakutan, dan rasa khawatir mulai menekan jiwa yang tenang. “Bunda, kenapa ayah belum pulang ?” Tanya Aisyah. Bunda berusaha lebih tenang di hadapan Aisyah “Ayah  lagi di jalan sayang, ayah pasti pulang menemui bidadari kecilnya”.Tidak henti-hentinya Bunda  mengucap kalimat tasbih berharap Aisyah merasa lebih tenang “SubhanaAllah Walhamdulillah Walaailahaillallah Wallahuakbar”. Tampak dari kejauhan segerombolan orang berseru seolah membalas seruan bunda Aisyah “Laailahaillallah, laailahaillallah, laailahaillallaaah” suara itu terdengar semakin dekat, dekat, dan lebih dekat. Aisyah berusaha menatap kejauhan, mata mungilnya tidak mampu menembus kepekatan awan. Aisyah berlari, disusul bunda “Aisyah… ! Aisyah ….! Tunggu bunda”. Seorang laki-laki paruh baya menangkap Aisyah kepangkuanya, dialah kerabat dekat ayah Aisyah. “Pak le, ayah Aisyah dimana ?”, tidak ada suara sepatah lidahpun yang keluar dari mulut Pak le, pelukan erat dan dengusan tangis rupanya telah memberi jawaban. Bentangan tubuh kaku, lagi pucat itu dimasukkan kedalam rumah Aisyah. Iya, itu adalah Jenazah ayah Aisyah. “Ayah, buka mata ayah, Aisyah mohon ayah bangun, Aisyah dan bunda tidak akan mampu berjalan tanpa ada ayah dibelakang Aisyah, dan ayah sangat tahu itu, ayaaah,,, bangun! Bunda, kenapa Allah jahat pada bunda dan Aisyah ? Kenapa bun ?” seruak tangis Aisyah. Bunda terus memeluk dekap Aisyah sembari berkata dengan bijak “Anak sholehah kebanggaan bunda, suatu saat engkau akan tahu rahasia dibalik semua ini, engkau akan tahu betapa baiknya Allah atas hidupmu, Allah telah merencanakan sesuatu yang lebih indah dari sekedar rencana yang Aisyah buat bersama ayah, bunda sayang Aisyah, bunda akan selalu bersama Aisyah”.  Ombak sore itu menjadi saksi perjuangan ayah Aisyah  menyelamatkan saudaranya. Kini bunda akan memulai perjuanganya sendiri untuk Aisyah dan calon adik Aisyah.
Tiga tahun setelah kepergian ayah, sekarang telah hadir lelaki pengganti ayah, yang baru berusia dua setengah tahun, yang kelak akan menjadi imam dirumah bambu mereka. Aisyah kini sudah di bangku kelas 3 Madrasah. Prestasi di setiap ajang bisa Aisyah raih. Aisyah menjadi lulusan terbaik di Madrasahnya. Jatuh bangun, lika liku kehidupan telah Aisyah alami. Bunda Aisyah menjadi pedagang ikan keliling semenjak ayah tiada. Di setiap sepertiga malam lampu lentera sudah menyala di dinding rumah mereka. Bunda dan Aisyah selalu menyempatkan diri bersujud mengadu segala sesuatu yang terjadi di sepanjang hari mereka. Suatu keajaiban yang mereka rasakan ketika berbisik ke bumi lalu langit yang mendengarkan “Masyaallah”. Selain itu, Aisyah selalu memanfaatkan waktu yang luar biasa dahsyat keutamaanya dan terdapat dalam firman Allah ini untuk berpacu, menekuni ilmunya, belajar ditemani Bunda yang pada dasarnya bunda Aisyah tidak mengerti apa-apa tentang pelajaran. Bunda Aisyah buta huruf tapi beliau mampu mendidik Aisyah menjadi perempuan yang luar biasa. Bunda yang bermodalkan keimanan, ketakwaan, dan yang pastinya kasih sayang  ini telah membuktikan bahwasanya Kebesaran Allah ada dimana-mana. Setiap menjelang pagi seusai sholat subuh, bunda sudah siap-siap untuk keliling jualan ikan, dan pastinya Aisyah selalu ikut bunda, Madrasah Aisyah searah dengan kampung yang sering bunda kunjungi. Aisyah selalu menjadi siswa pertama yang datang ke Madrasah, bahkan Aisyah sudah ada di Madrasah sebelum petugas security yang membuka gerbang Madrasah datang. Ketika gerbang sudah terbuka Aisyah secepatnya berlari menuju ruangan kelasnya, menempatkan tas dengan baik dan mengeluarkan kantong plastik berukuran tanggung dari sakunya. Aisyah mulai berkeliling untuk mengambil sampah-sampah plastik yang ada di bak sampah setiap kelas. Aisyah melihat plastik-plastik   itu seperti uang yang berserakan,yang harus di ambil segera, dengan semangatnya Aisyah memgambil sampah demi sampah. Semua itu dilakukan rutin oleh Aisyah selama 3 tahun di Madrasah. Sepulang sekolah Aisyah selalu mampir di Bank untuk menyetorkan tabungan sampahnya setiap hari. Iya,  di Bank Sampah. Aisyah melakukan ini karena tekadnya yang kuat ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggis di sekolah yang lebih berkualitas, Aisyah sudah punya modal ilmu agama, akidah, dan akhlak semasa Ia di Madrasah. Aisyah berharap Ia mampu mendalami ilmu-ilmu lain yang dapat  menopang masa depanya, adiknya, anak-anak di kampungnya, dan yang pastinya Bunda yang selalu ada di setiap dengusan nafasnya.
Pagi itu, Aisyah menemukan sebuah koran diatas meja guru di kelasnya. Salah satu berita yang ada di koran tersebut menyatakan tentang suatu sekolah yang kerap tiap tahun mendapatkan juara umum disetiap ajang Olimpiade Science Nasional. Sejak itu, Aisyah berharap Ia mampu untuk melanjutkan pendidikan di sekolah tersebut. Seringkali Aisyah melakukan konsultasi kepada gurunya mengenai keinginanya. Akan tetapi tidak ada satu guru pun yang memberikan dukungan kepada Aisyah dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut adalah sekolah katolik atau biasa disebut SMA K. Otomatis lingkungan disekolah tersebut akan sangat jauh berbeda dengan lingkunganya ketika Ia di Madrasah. SMA K memberikan kebebasan dari pemeluk agama manapun yang ingin menjadi bagiannya.  Termasuk Aisyah sendiri. Aisyah tahu bahwa itu merupakan pilihan yang berat. Lanjut dengan tekad yang kuat adalah pilihanya. Pilihanya itu bukan semata-mata mengikuti keinginanya melainkan keyakinanya bahwa Allah telah meridhoi langkahnya. Setiap malam Aisyah mengadu bersujud kepada Sang Khalik  melalui Istikharahnya. Setiap keputusan yang Aisyah ambil dalam hidupnya adalah atas izin-Nya dan atas do’a bundanya, Aisyah sangat yakin itu “Bismillahi tawakkal tu alallah”. Bersama tekad yang kuat setelah ujian nasional Aisyah mendaftar di SMA K, dengan melakukan beberapa tes yaitu tes tulis, psikotest, dan tes wawancara. Sudah dapat dibayangkan bagaimana persaingan yang akan dialami setelah melihat beberapa tes yang akan Ia jalani. Tapi, semua itu tidak mempengaruhi niatnya, malah dengan itu,  lebih memicu semangatnya untuk terus belajar dan menggapai harapan-harapanya. Selang beberapa hari setelah menjalani berbagai rangkian tes, atas izin Allah, Aisyah diterima di SMA K.
 Di sekolah baru, bersama orang-orang baru, dan di lingkungan baru Aisyah akan mengukir langkah-langkah unik kakinya bersama goresan nasib di tanganya berpacu bersama mimpi-mimpinya. Aisyah tetap Aisyah si anak desa, si anak pedagang ikan keliling, si anak pemulung dan si pemimpi. Keberadaanya  sekarang di SMA K tidak akan pernah merubah jati dirinya. Akar kepribadian yang kokoh, iman yang kuat telah bundanya bangun sejak kecil. Keyakinan bahwa tulisan-tulisan mimpi di pintu rumahnya akan menjadi kenyataan. Mimpi-mimpi sederhana itu akan terwujud. Menjadi seorang anak perempuan yang berbakti, menjadi kakak perempuan yang baik, yang bisa menjadi tauladan bagi adiknya, menjadi inspirasi bagi anak-anak dikampungnya, dan keinginan untuk mengabdikan diri di masyarakatnya. Untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu  Aisyah berangkat bersama prinsip hidupnya yakni “berprestasi”. Aisyah meyakini bahwa jika Ia tidak berprestasi maka mimpi-mimpi sederhana itu mustahil akan  terwujud. “Jika belajar itu ibadah maka berprestasi itu dakwah, termasuk dakwah bagi anak-anak di kampung Aisyah, maka dari itu agar Aisyah bisa berdakwah, membagi ilmu-ilmu yang Aisyah punya, Aisyah harus berprestasi, Aisyah harus memiliki bekal untuk bisa berbagi” pernyataan kuat yang Aisyah tanamkan dalam dirinya. Aisyah berdakwah dengan caranya sendiri, walau dengan hanya mengenalkan satu huruf pada anak-anak dikampungnya “Alif, ba, ta , sa”  untuk mereka yang pemula. Menghafal ayat demi ayat untuk mereka yang mampu. Mengenalkan bagaimana hakekat berhijab kepada anak perempuan sejak dini merupakan satu hal yang sangat di prioritaskan mengingat maraknya penampilan tanpa batas pandang dizamanya, dan  membangun karakter-karakter pemuda yang berahklak dan bermoral sebelum mereka tersentuh api global. Aisyah selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke tempat dimana  Ia dan anak-anak berkumpul, berbagi sedih dan bahagia, lantunan sholawat untuk Baginda Rasulullah menjadi teman disetiap pertemuan “sholatullah sholamullah ‘ala toha rasulillah, sholatullah sholamullah ‘ala yasin habibillah”. Alam bebas adalah tempat yang Aisyah senangi, bersama anak-anak, Aisyah belajar dan bermain, bertafakkur dengan alam, meresapi bahwasanya  alam dinegeri ini bagaikan sepotong surga yang dilemparkan ke bumi. Jangan biarkan orang asing yang lebih tahu dan menyadari betapa indahnya surga dunia yang dititipkan Allah ini, mari manfaatkan alam yang kita miliki sepenuhnya untuk sarana beredukasi.
Setahun sudah Aisyah menjalani pendidikan di SMA K, pembulian, pelecehan, kerap Aisyah rasakan. Di lempari botol-botol plastik bekas minuman yang Aisyah kumpulkan pagi itu.  Ikhlasnya hati Aisyah untuk mengambil plastik itu kembali dan dimasukkan ke kantong plastik tanggung yang biasa ia bawa, merunduk mengambil sampah demi sampah, tidak ada pembelaan, mereka yang berkuasa seperti manusia tak berakal. Tertawa dengan perilaku yang tak bermoral, mereka berkoar tentang degradasi moral anak bangsa, tapi meraka pula yang membunuh satu  jiwa yang bermoral. Apapun yang terjadi di setiap hari demi hari, Aisyah tetap Aisyah yang ramah tamah, senyum sapa ketika melihat orang yang pernah Ia kenal, tak urung jua orang-orang yang telah mencaci maki dirinya. Semua orang sama dihadapanya, entah kemarin orang itu yang paling berkoar mengadili jiwanya yang tak bersalah. Pada semester gasal dan genap Aisyah mampu menjadi yang terbaik di angkatanya, tetapi hasil itu rupanya tidak bernilai apa-apa bagi sebagian besar teman-temanya. Satu persatu teman mulai menyadari kelembutan, kesopanan, kebaikan dan kecerdasan Aisyah. Mengenal sosok Aisyah menjadi penenang bagi sebagian yang lain.
Seleksi besar-besaran terjadi di sekolah Aisyah terkait dengan pemilihan perwakilan sekolah untuk berkompetisi di tingkat wilayah kabupaten atau OSK (Olimpiade Sains Kabupaten) yang akan menjadi perwakilan di tingkat provinsi, nasional bahkan internasional. Saat itu, Aisyah menjadi satu-satunya siswa yang mengambil bidang Astronomi. Dengan tekad yang kuat, usaha yang maksimal, dan do’a yang tidak pernah putus, atas izin Allah Aisyah lolos seleksi tingkat kabupaten.  Selang beberapa bulan Aisyah kembali seleksi di tingkat provinsi, tiada hambatan yang berarti apa-apa, atas keridhoan Allah, Aisyah lolos seleksi tingkat provinsi. Langkah-demi langkah terlihat mulus, sampai pada ajang yang ditunggu-tunggu setiap peserta OSN seluruh Indonesia.  Siapa disangka si pemulng dan si anak pedagang ikan keliling ini mendapat medali emas dan praktikum terbaik. Kemiskinan dan keterbatasan justru  membuat Aisyah terpacu berprestasi. Kecintaan Aisyah terhadap Astronomi mengantarkanya menjadi perwakilan Indonesia dikanca Internasional dalam IOAA “International Olympiade on Astronomy and Astrophysical” tahun 2009 di Brasil. Aisyah berhasil mengharumkan nama Indonesia di kanca Internasional dan mengalahkan peserta dari berbagai negara. Aisyah pulang ke Indonesia dengan membawa jejak-jejak kaki yang luar biasa, semangat berprestasi patut untuk dicontoh. Keterbatasan justru yang akan membuat semangat untuk terus belajar. Sekarang, yang membuli dan yang melecehkan menjadi kerabat, menjadi sahabat terdekat. Semua ini adalah berkah dari kesabaran dan keikhlasan Aisyah.
Prestasi-prestasi yang Aisyah raih menjadi jembatan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Aisyah melanjutkan studinya di Institut Teknologi Bandung dengan beasiswa penuh sampai sarjana. Hasil tidak akan pernah menghianati Ikhtiar dan doa. Selepas sarjana Aisyah memilih untuk kembali ke kampung halamanya, mengabdikan diri untuk masyarakatnya, berbagi pengalaman hidup, memberikan inspirasi bagi mereka yang nyaris putus sekolah hanya karena keterbatasan biaya, memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya seorang muslimah menunaikan kewajibanya yang berlandaskan Al-qur’an dan Hadist, membangun mental anak-anak di kampungnya untuk berprestasi, mendalami ilmu agama sebagai bekal penyeimbang hidup di dunia. Inilah dakwahnya Aisyah, dakwah seorang muslimah tidak harus berdiri di atas mimbar,keluar rumah atau bahkan safar (keluar daerah) , dakwah bukanlah suatu pergerakan tanpa bekal dan bukanlah suatu omongan tanpa tindakan atau mungkin substansi dan tujuan bedakwah sudah dilupakan. Dakwah sederhana yang dilakukan Aisyah telah menyelamatkan jutaan mimpi-mimpi yang nyaris terbuang. Implikasi dari dakwahnya, Aisyah membuat sebuah pesantren di kampungnya, sebagai wadah agar tujuanya terarah pada tujuan yang hakiki, membentuk mental positif anak-anak di kampungnya dan merubah mental negatife masyarakatnya yang sudah banyak terpengaruh oleh kerasnya tuntutan zaman. 
Karakter Aisyah memang bukanlah karakter dari Aisyah radhiyallahu ‘anha khususnya dalam berdakwah. Aisyah radhiyallahu ‘anha, sosok teladan bagi para wanita yang ingin terjun dalam kancah dakwah, dengan tanpa menguragi kepribadian dan karakter seorang wanita yang secara fitrah dan syar’i adalah tinggal di dalam rumahnya, dan tanpa berdiri di atas podium dan berceramah di atas mimbar atau di hadapan umum. Namun begitu, ilmu yang ada pada dirinya mengalir kepada para sahabat dan tabi’in, baik laki-laki maupun wanita. Mereka datang dan bertanya tentang berbagai masalah dalam urusan agama. Aisyah hidup di zaman yang berbeda dengan Aisyah radhiyallahu ‘anha. Aisyah juga bukanlah kekasih Rasulullah yang senantiasa mendapat ilmu di setiap wahyu yang di turunkan kepada Rasulullah, berbeda dengan Aisyah radhiyallahu ‘anha yang telah menjadi ummahatul mu’minin (para ibu kaum mukminin), yang mana para sahabat -manusia yang suci dan bersih hatinya- tidak boleh menikahinya sepeninggal Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam diharamkan untuk meminta atau bertanya kecuali dari balik tabir atau hijab. Masyarakat saat ini sedang mengalami krisis moral stadium empat. Jadi bukan hanya dengan kalimat-kalimat bijak untuk memperbaikinya melainkan butuh tindakan nyata yang mengarahkan kepada yang ma’ruf dan menjauhi kemungkaran.








 Triyatmi Budiarsih

PEROKSISOM



PEROKSISOM
·         Struktur
Ø  Kompartemen metabolik terspesialisasi yang dibatasi oleh membrane tunggal.
Ø  Peroksisom berbentuk agak bulat dan sering memiliki inti berbentuk seperti granula atau Kristal yang diduga merupakan kumpulan rapat molekul-molekul enzim.
Ø  Peroksisom banyak ditemukan pada sel daun (TEM)
·         Fungsi
Ø  Peroksisom mengandung enzim yang mentransfer hidrogen dari berbagai substrat ke oksigen menghasilkan hydrogen peroksida sebagai produk sampingan.
Ø  Peroksisom menggunakan oksigen untuk memecah asam lemak menjadi molekul-molekul yang lebih kecil yang kemudian dapat ditranpor ke mitokondria (tempat molekul-molekul tersebut digunakan sebagai bahan bakar untuk respirasi selular).
Ø   yang dibentuk peroksisom bersifat toksik sehingga peroksisom di hati mendetoksifikasi alcohol dan senyawa-senyawa berbahaya lain dengan cara mentransfer hydrogen dari racun-racun itu ke oksigen.
Ø  Peroksisom juga mengandung enzim yang mengubah  menjadi air.