Senin, 11 Januari 2016

pengaruh sertifikasi terhadap kualitas kinerja guru



MAKALAH
PENGANTAR PENDIDIKAN
PENGARUH SERTIFIKASI TERHADAP KUALITAS KINERJA GURU DI SDN 2 SAJANG KECAMATAN SEMBALUN
OLEH:

NAMA    : TRIYATMI BUDIARSIH
NIM        : E1A015060
PRODI    : PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015/2016



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter) dan pikiran (intelektual dan tubuh anak). Apabila di pandang dari sisi sejarah, pendidikan merupakan suatu proses panjang yang membawa manusia menjadi sosok yang memiliki kekuatan spiritual dan intelektual. Sehingga memungkinkan manusia untuk terus meningkatkan kualitasnya di berbagai aspek kehidupan yang di jalani. Hal ini berarti kualitas kinerja seorang pendidik menjadi sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Pendidik harus memenuhi standar pendidik dan tenaga kependidikan yang di amanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 28 yang menyatakan bahwa “pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan. Adapun kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang pendidik sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.pendidik memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis dalam pembentukan dan pemberdayaan generasi penerus bangsa yang fungsi dan perannya tersebut akan semakin signifikan di masa mendatang. Fokus utama dalam proses pendidikan adalah terbentuknya peserta didik menjadi manusia baru yang menyadari posisi kemanusiaannya. Dalam realita kemanusiaan, proses ini berujung pada upaya pembentukan peserta didik yang berwatak, beretika, dan bermoral melalui kegiatan pembelajaran yang bukan hanya transfer of knowledge akan tetapi juga proses transfer of values. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pendidik merupakan suatu keharusan yang memerlukan penanganan yang lebih serius. Disamping perlu terpenuhinya standar-standar nasional pendidikan yang lain. Sebagaimana yang telah di amanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
            Salah satu langkah yang diharapkan mampu mendongkrak kualitas pendidik adalah melalui program sertifikasi guru. Program ini di tempuh melalui dua jalur yaitu penilaian fortofolio dan jalur pendidikan. Sebagaimana yang dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul “Kiat Menjadi Mendidik yang Kompeten” karya Muhammad Saroni yang menyatakan tujuan sertifikasi tidak hanya untuk mendapatkan sertifikat pendidik semata, namun melalui sertifikasi tersebut di harapkan profesionalisme kerja guru dapat meningkat, proses pembelajaran menjadi lebih baik, tujuan nasional pendidikan tercapai, dan terciptanya kondisi “the right man in the right place” yaitu guru berada di tempat yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hal tersebut di perkuat dengan Undang-Undang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa sertifikasi sebagai bagian dari peningkatan mutu guru dan peningkatan kesejahteraannya.
                 Jumlah pendidik di Indonesia sekitar 2,92 juta guru yang diketahui tersertifikasi sejak tahun 2007 sampai 2014 sebanyak 1.580.267 guru. Adapun guru yang diprioritaskan Kemendikbud yang didorong untuk memenuhi sertifikasi di akhir tahun ini sebanyak 166.770 guru. Hal ini menyebabkan anggaran tunjangan di tahun 2016 meningkat sebanyak Rp. 3 triliun. Peningkatan ini menurut Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata nantinya digunakan untuk memfasilitasi 166.770 guru yang diperkirakan sudah tersertifikasi di tahun 2016. Sehingga total anggaran di tahun 2016 yang disiapkan adalah Rp. 80 triliun dari total anggaran pada tahun 2015 adalah Rp. 77 Triliun. Tingginya anggaran yang telah dikeluarkan Negara untuk meningkatkan kualitas profesi guru seharusnya akan mencetuskan pendidik yang berkualitas dalam kinerjanya dan professional tehadap tugas dan kewajibanya.
                 Demikian pula yang seharusnya terjadi di SDN 2 Sajang Kecamatan Sembalun, yang terletak di Kabupaen Lombok Timur. Para pendidik diharapkan mampu meningkatkan kualitas kerja dan mutu pembelajaran, terutama pendidik yang telah mampu menempuh program sertifikasi. Akan tetapi kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jumlah guru yang bertugas saat ini ada 12 guru. Guru-guru tersebut yang berstatus PNS sebanyak 7 orang, non-PNS 5 orang, dan 4 orang guru yang tersertifikasi. Dengan jumlah peserta didik keseluruhan adalah 227 orang. Apakah dengan kondisi seperti ini, proses pembelajaran dapat berjalan dengan kondusif ? .Terlebih dengan jumlah guru tersertifikasi yang sangat minim. Bahkan problema yang terjadi sebagian besar dari guru yang tersertifikasi ini sangat perlu untuk dibenahi kinerjanya. Kinerja guru dapat di katakana sangat rendah. Rendahnya kinerja guru sangat berhubungan dengan tingkat kematangan (kemampuan dan kemauan) guru yang berbeda-beda. Ada guru tersertifikasi dengan tingkat kematangan tinggi dan ada guru non-sertifikasi dengan tingkat kematangan rendah. Dari pengamatan di SDN 2 Sajang di peroleh data bahwa di kalangan guru tersertifikasi juga terjadi perbedaan tingkat kematangan. Bahkan tingkat kematangan  sebagian guru tersertifikasi jauh lebih rendah dari pada tingkat kematangan guru non-PNS. Berdasarkan pengamatan tersebut timbul pertanyaan yang sangat mendasar “apakah dengan sertifikasi akan benar-benar melahirkan guru yang berkualitas dan berdedikasi tinggi ?”. Hal ini yang membuat permasalahan ini semakin menarik untuk dikaji. Data tersebut di dapatkan dari hasil wawancara pengamat dengan kepala sekolah sebagai pimpinan yang mengatakan bahwa “kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang tersertifikasi jauh dari standar, hanya satu dari keempat guru tersebut yang sudah dapat di katakana melampaui standar, satu diantaranya lagi sudah memenuhi standar. Sisanya belum dapat menguasai dan menerapkan 4 kompetensi mendasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, bahkan kinerjanya tidak dapat dibandingkan dengan guru non-PNS, saya akan mengambil langkah tegas dalam hal ini, karena hal ini dapat merugikan banyak pihak. Baik peserta didik maupun Negara yang telah banyak mengeluarkan anggaran. Bagaimana jadinya apabila kejadian seperti ini bukan hanya terjadi di sekolah kami”. Sedangkan keterangan dari salah seorang siswa kelas 6 meyatakan pendapat terkait guru tersertifikasi  tersebut “peserta didik merasa sangat dirugikan, pembelajaran yang dilakukan sangat membosankan, materi yang diberikan itu-itu saja setiap kali pertemuan, bahkan guru tersebut sering meninggalkan pembelajaran sebelum jam pelajaran habis, padahal peserta didik harus menguatkan materi dan banyak latihan mengingat sebentar lagi mendekati Ujian Nasional”.
     Dari latar belakang permasalahan ini, pengamat tertarik untuk mengangkat makalah yang berjudul “Pengaruh Tunjangan Sertifikasi terhadap Kualitas Mengajar Guru di SDN 2 Sajang Kecamatan Sembalun”.




1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang rumusan masalah di atas, maka dapat di kemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kualitas kinerja guru di SDN 2 Sajang ?
2.      Bagaimana langkah dalam mengatasi problema pendidikan yang berkaitan dengan tunjangan sertifikasi di SDN 2 Sajang secara khusus dan di Indonesia secara umum ?
1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kualitas kinerja guru di SDN 2 Sajang
2.      Solusi atas permasalahan pendidikan yang berkaitan dengan tunjangan sertifikasi guru.
1.4  Manfaat
Berdasarkan pada tujuan pengamatan ini dilakukan, maka penulis berharap hasil pengamatan ini nantinya dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1.      Kegunaan teoritis
Secara teoritis hasil pengamatan ini akan memberikan sumbangan pemikiran bagi pendidik terkait dengan pengaruh tunjangan sertifikasi terhadap kualitas mengajar guru khususnya di SDN 2 Sajang.
2.      Kegunaan praktis
a.       Bagi pendidik: dapat menjadi motivasi pendidik dalam mengembangkan karir dan meningkatkan kualitas mengajar serta meningkatkan mutu pendidikan.
b.      Bagi  sekolah: dapat mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas kinerja guru khususnya di SDN 2 Sajang.
c.       Bagi masyarakat: dapat menumpuhkan kesadaran akan perlunya peran orang tua dan lingkungan dalam proses pendidikan anak.
d.      Bagi penulis sebagai calon guru: dapat memperoleh wawasan pengetahuan secara langsung dan riil tentang arti pentingnya kualitas kinerja guru dan tanggung jawab guru dalam dunia pendidikan.



1.5  Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penulisan, penulis menggunakan beberapa metode untuk mengumpulkan data, diantaranya:
1.      Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi atau sebagai alat pengumpul data yang dilakukan secara sistematis. Dalam observasi ini, diharapkan pengamat mengamati keadaan yang wajar dan sebenarnya tanpa ada usaha untuk mempengaruhi, mengatur atau memanipulasi data.
Adapun bentuk observasi yang penulis lakukan adalah observasi partisipatif, penulis terlibat langsung dalam proses keseharian guru yang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data pengamatan. Sehingga penulis mengetahui kondisi objektif mengenai keadaan sekolah dan kegiatan belajar mengajar guru tersertifikasi.
2.      Wawancara
Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal (percakapan) yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data-data guru tersertifikasi dan bagaimana pandangan guru terhadap adanya program sertifikasi tersebut.
3.      Tinjauan pustaka
Tinjauan pustaka ini digunakan untuk melengkapi penjelasan dalam pembahasan. Dan sebagai tolak ukur antara data yang didapatkan dari hasil observasi dan wawancara dengan teori yang sudah ada dan berlaku umum.










BAB II
ISI
Peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan dasar bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan, bahwa pendidikan yang bermutu dapat menunjang pembangunan disegala bidang. Karena itu, pendidikan yang bermutu perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Untuk mewujudkan mutu pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas tidak hanya bergantung pada satu komponen saja, tetapi semua komponen, yang meliputi siswa, materi, media, sarana dan prasarana, kurikulum, dan biaya/dana. Namun semua komponen pendidikan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal bagi peningkatan mutu proses dan hasil belajar tanpa didukung oleh keberadaan guru yang secara kontinyu berupaya mewujudkan gagasan, ide dan pemikiran dalam bentuk perilaku dan sikap yang terunggul dalam tugasnya sebagai pendidik.
 Seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya perlu didukung adanya kinerja yang optimal, karena guru sebagai komponen yang utama dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran (Utami, 2006:13). Kinerja guru yang dicapai harus berdasarkan standar kemampuan profesional selama melaksanakan kewajiban sebagai guru di sekolah. Kinerja guru mempunyai spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Kinerja guru dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: faktor kemampuan dan faktor motivasi (Sutemeister, 2009). Motivasi merupakan daya penggerak dari dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan (Sardiman, 2007:73), bila motivasi kerjanya tinggi maka akan berpengaruh pada kinerja yang tinggi dan sebaliknya jika motivasinya rendah maka akan menyebabkan kinerja yang dimiliki tersebut rendah.
Peningkatan mutu guru lewat program sertifikasi sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan. Rasionalnya adalah apabila kompetensi guru bagus diikuti dengan penghasilan bagus, diharapakan kinerjanya juga bagus. Apabila kinerja guru bagus maka Kegiatan Belajar dan Mengajarnya juga bagus. KBM yang bagus diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu. Pemikiran itulah yang mendasari bahwa guru perlu disertifikasi (Muslich, 2007:8). Program sertifikasi merupakan program pemberian sertifikat bagi guru yang telah memenuhi sejumlah persyaratan menuju guru profesional. Guru yang telah memperoleh sertifikat profesi akan mendapatkan sejumlah hak yang antara lain berupa tunjangan profesi yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok guru tersebut. Program sertifikasi ini menjadi suatu keharusan bagi bangsa Indonesia di samping karena konsekuensi dari produk hukum, juga secara hakiki karena tekad yang mendalam dari seluruh komponen bangsa yang ingin memperbaiki mutu pendidikan di negeri ini.
Menurut Sarimaya (2008:12) program sertifikasi guru bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) peningkatan proses dan mutu hasil pendidikan, dan (3) peningkatan profesionalisme guru. Adapun manfaat sertifikasi guru menurut Muslich (2007:9) antara lain (1) melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri, (2) melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini, (3) menjadi wahana penjamin mutu bagi lembaga penyelenggara pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan, (4) menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Suyotno, dalam bukunya yang berjudul Panduan Sertifikasi Guru menyebutkan bahwa prinsip sertifikasi adalah (1) dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel, (2) berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan mutu guru dan kesejahteraan guru, (3) dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, (4) dilaksanakan secara terencana dan sistematis, (5) jumlah sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah. Mengapa dilakukannya sertifikasi karena guru merupakan sebuah profesi seperti profesi lain: dokter, akuntan, pengacara, sehingga proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan. Seseorang yang akan menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula untuk profesi lainnya termasuk profesi guru. Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005. Pasal yang menyatakannya adalah Pasal 8: guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.
Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Jika seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula jika guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal tersebut, maka sertifikasi akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kinerja guru. Dalam dunia pendidikan guru memikul tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, selain guru mendidik pintar peserta didiknya secara akal, (mengasah kecerdesan IQ Intelligence Quotient), guru juga mendidik peserta didiknya untuk santun dalam budi pekertinya. Menjadi guru yang profesional tidak cukup dengan penguasaan materi saja, akan tetapi mampu mengayomi peserta didiknya, menjadi contoh atau teladan bagi peserta didiknya, selalu mendorong peserta didiknya untuk berbuat lebih baik dan maju, serta menjaga kode etik guru, seperti filosofi Ki Hajar Dewantoro “ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”.
Terkait dengan pengaruh sertifikasi terhadap kualitas kinerja guru di SDN 2 Sajang, dapat di amati berdasarkan pengamatan langsung mengenai sejauh mana guru tersertifikasi tersebut menguasai empat kompetensi wajib yang harus dimiliki dan wawancara pimpinan yang banyak mengetahui kualitas kinerja bawahanya  serta wawancara terhadap peserta didik tentang kenyamanan, kefokusan, dan keefetifan situasi belajar yang di terapkan oleh guru tersertifikasi di sekolahnya. Selain itu juga dapat di analisis dengan mempertimbangkan golongan dan pendidikan terakhir guru tersertifikasi tersebut. Empat kompetensi yang menjadi tolak ukur keberhasilan sertifikasi guru meliputi (1) Kompetensi Kepribadian ,kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia, (2) Kompetensi Pedagogik, kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, (3) Kompetensi Profesional , kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya, (4) Kompetensi Sosial , kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. 






Berdasarkan data yang di peroleh dari SDN 2 Sajang, diketahui jumlah keseluruhan guru adalah 12 orang. Adapun jumlah populasi dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1  Populasi Pengamatan
Data atau dokumentasi
Jenis kelamin
Presentasi (%)
L
P
Guru sertifikasi jalur fortofolio
0
0
0
Guru sertifikasi jalur PLPG
3
1
33,33
Guru non-sertifikasi
7
1
66,67
Jumlah guru keseluruhan
12
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa guru lulus sertifikasi hanya melalui jalur PLPG yaitu sebanyak 4 orang yang memiliki presentase 33,33 % dari jumlah keseluruhan guru. Presentase yang tergolong rendah. Yang di harapkan adalah di atas 60% guru seharusnya sudah tersertifikasi. Hal ini karena keyakinan bahwa guru tersertifikasi akan memiliki mutu yang lebih baik dalam proses pembelajaran. Guru tersertifikasi adalah guru yang sudah cukup mampu untuk melaksanakan dan menguasai empat kompetensi mendasar yang harus dimiliki. Sehingga mampu merubah peserta didiknya menjadi manusia yang benar-benar siap menghadapi tantangan zaman baik di bidang ilmu pengetahuan teknologi dan pemahaman atas nilai-nilai etika dan moral. Akan tetapi inilah kenyataan yang terjadi, sejak di berlakukannya sertifikasi guru pada tahun 2007  hanya 4 orang guru saja yang sudah tersertifikasi itupun mereka lulus sertifikasi pada tahun 2013.Hal ini menyatakan bahwa guru di SDN 2 Sajang  tertinggal jauh dari daerah-daerah lain. Penyebab lainya adalah karena akses informasi di wilayah sekolah ini masih sangat minim. Terutama dalam penguasaan teknologi modern dalam berkomunikasi. Selanjutnya sangat di harapkan  dalam waktu singkat kedepanya jumlah guru tersertifikasi meningkat dengan catatan bahwa proses sertifikasi mencetuskan guru yang kualitas kinerjanya terjamin. Perlu penanganan serius dari pihak Perguruan Tinggi penyelenggara sertifikasi untuk lebih cermat dan konsekuen dalam melakukan seleksi guru tersertifikasi.



                      SDN 2 Sajang memiliki tenaga kependidikan yang terdiri dari seorang kepala sekolah, 6 orang guru tetap, dan 5 orang guru tidak tetap.
     Tabel 1.2 Ketenagaan Menurut Status Kepegawaian, Jabatan, Golongan dan Pendidikan Terakhir
Status kepegawaian
Jabatan
Golongan
Pendidikan terakhir
Pendidikan terakhir guru tersertifikasi
I
II
III
IV
SPG
D2
D3
S1
S2
SPG
D2
S1
S2
Tetap
Kepala sekolah



1



1



1

Guru tetap

1
3
1
1
1

4

1
1
1

Tidak tetap
Guru tidak tetap





1

4





Guru wiyata bhakti













Guru CPNS













JUMLAH




1
2

9

1
1
2

Berdasarkan tabel diatas kita dapat menelaah penyebab mendasar kurang berhasilnya sertifikasi dalam melahirkan guru yang berkompeten dan kualitas kinerja yang baik di SDN 2 Sajang. Melalui data pendidikan terakhir guru tersertifikasi sampai saat ini masih ada yang hanya lulusan SPG dan D2. Hanya 2 orang guru saja yang sudah memenuhi persyaratan utama yaitu minimal memiliki ijasah akademik atau kualifikasi akademik minimal S-1 atau D4. Hal ini sangat memprihatinkan, pendidikan guru tersertifikasi bahkan kalah dengan pendidikan guru tidak tetap.  Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai syarat utama seorang guru mengajukan keinginanya mendapat sertifikat pendidik masih saja terjadi penyimpangan dalam prosesnya. Untuk lebih jelasnya permasalahan ini, kita perlu mengetahui urutan kriteria calon peserta sertifikasi sebagai berikut yaitu (1) masa kerja, (2) usia, (3) golongan (bagi PNS), (4) tugas tambahan, (5)  prestasi kerja, dan (6) beban mengajar. Jika dilihat dari masa kerja 2 guru tersertifikasi yang belum memenuhi standar tersebut memang beliau sudah memiliki masa kerja yang melampaui batas. Beliau mengabdi sejak tahun 1990. Waktu yang cukup lama. Dan usia beliau-pun sudah di penghujung masa mengajar. Hal ini juga menjadi bahan pertimbangan guru tersebut di luluskan dalam ujian sertifikasi. Akan tetapi, jika kita berkaca kembali pada program pemerintah dalam kesetaraan guru yang mewajibkan pendidikan terakhir seorang guru Sekolah Dasar adalah S1atau D1V maka timbul lagi pertanyaan apakah kesetaraan itu dilakukan secara merata di seluruh wilayah NKRI ?. Bahkan sekarang bukti nyata yang terjadi masih ada guru yang belum berpendidikan S1 atau DIV. Sebaiknya pemerintah lebih peka lagi dalam hal ini, meninjau kembali hasil dari program yang di jalankan. Apakah sudah merata atau tidak, harus di data secara menyeluruh sampai ke bagian pelosok sekolah-pun selama masih dalam koridor wilayah NKRI. Selain itu, pihak guru juga harus memiliki kesadaran dalam meningkatkan kualitasnya melalui perbaikan jenjang pendidikan yang dilalui. Walaupun tujuanya untuk memiliki ijazah sesuai standar yang berlaku. Akan tetapi, harus di ingat kembali niat utama sebelum tujuan itu tercapai adalah bagaimana menjadi seorang pendidik yang professional. Ini menyangkut kualitas generasi pembelajar, kualitas anak bangsa. Jadi seorang guru harus menanamkan prinsip seperti dalam agama kita “jika belajar itu adalah ibadah, maka berprestasi itu adalah dakwah”. Seorang guru harus mampu berprestasi sebagai bekal dakwah kepada peserta didiknya.
selain data tersebut, didapatkan pula data melalui wawancara terhadap pimpinan, guru-guru dan peserta didik di SDN 2 Sajang. Wawancara ini terkait dengan penguasaan empat kompetensi oleh guru tersertifikasi. Keterangan yang di dapatkan baik dari pimpinan maupun guru-guru dalam sekolah tersebut yang terkait memiliki penjelasan yang intinya sama. Mengenai kompetensi pedagogik, jangankan merencanakan proses pembelajaran yang kondusif, menyusun strategi pembelajaran yang menarik untuk peserta didik yang masih duduk di bangku sekolah dasar, materi pembelajaran yang di sampaikan hanya itu-itu saja setiap kali pertemuan. Suasan kelas tidak terkontrol. Masalah kompetensi professional dan sosial sudah tidak perlu di tanyak lagi, jangankan memikirkan bagaimana berinteraksi dengan orang tua/wali peserta didik, berintraksi dengan peserta didik saja sudah tidak bias di control dengan baik lagi. Positifnya dari segi kompetensi kepribadianya yaitu ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang dibuktikan dalam proses pembelajaran pendidik ini selalu berusaha memberikan selingan nasehat mengenai ketakwaan kepada peserta didiknya. Disisi lain beliau juga sering meninggalkan pelajaran disaat jam pembelajaran yang seharusnya masih aktif. Secara langsung mengajarkan peserta didik untuk pulang sebelum saatnya pulang (bolos). Kondisi fisik dari kedua guru ini sebenarnya sudah tidak memungkinkan lagi untuk melanjutkan profesinya. Dikarenakan keduanya sudah mengalami penyakit struk bahkan sebelum menjalani tes ujian sertifikasi. Seperti biasa, penyakit ini akan menggrogoti bagian tubuh lainya seperti kurang normalnya pendengaran dan kesulitan dalam berbicara. Hal ini menjadi masalah yang semakin rumit, disamping belum memenuhi syarat utama, guru ini juga bermasalah pada standar kompetensinya. Melihat kondisi seperti ini, pemimpin atau kepala sekolah mencoba mengambil tindakan tegas dengan tidak menandatangani persyaratan untuk tunjangan sertifikasi pada triulan berikutnya. Namun apa yang terjadi ? guru tersebut tidak terima dengan kebijakan yang dilakukan pimpinanya. Lalu beliau diberikan kesempatan lagi untuk memperbaiki kinerjanya. Alhasil, nihil. Kinerja yang dilakukan sama sekali tidak ada perubahan. Dan sekarang kepala sekolah mengambil tindakan tegas atas permasalan bawahanya tidak akan di tanda tangani persyaratan untuk tunjangan sertifikasi triulan selanjutnya apapun yang terjadi. Kinerja guru sertfikasi yang lainya atau yang sudah memenuhi standar dan kriteria terbilang sudah melampaui standar minimum. Ini dibuktikan dengan kinerja mereka, baik dalam penguasaan kompetensi dengan keterangan dari pihak guru-guru yang lainya dan peserta didik, kedua guru ini sudah luar biasa. Salah satu guru (kepala sekolah) pernah menjadi salah satu guru berdedikasi di daerah terpencil karna pengabdianya pada bangsa melalui penddikan, hal ini resmi dari pemerintah. Dan guru yang satunya lagi sekarang sedang melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, mengejar gelar Master. Semoga beliau dipermudah.  Pada dasarnya peningkatan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh oprasionalisasi managemen di tingkat sekolah, peran utama dalam meningkatkan roda managemen sekolah terletak pada kepala sekolah(Wahyosumidjo, 2011:440). Keberhasilan penddikan disekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia disekolahnya. Keberhasilan kepala sekolah tersebut sangat berkaitan dengan kepemimpinan dan managemennya meningkatkan kinerja komponen didalamnya. Komponen yang sangat menentukan mutu pendidikan tersebut adalah kinerja guru.
Berdasarkan permasalahan tersebut dapat dikatakan bahwa sertifikasi sangat berpengaruh terhadap kualitas kinerja guru. Berpengaruh baik bagi guru yang benar-benar ikhlas mengemban amanah mulia ini. Dan sangat ironis bagi guru yang tidak memanfaatkan kesempatan baiknya untuk lebih banyak mengembangkan diri, meningkatkan kualitas diri untuk tercapainya kualitas peserta didik.
Solusi dari permasalahan ini adalah salah satunya yang akan di terapkan pada tahun 2016 ini yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan tunjangan profesi yang diberikan kepada guru berbasis kinerja. Jadi pembayaran tunjangan guru berdasarkan kehadiran dan kinerja guru dilapangan. Pembayaran tunjangan berbasis kinerja terbukti membuat kualitas layanan pendidikan lebih efektif. Ini yang terlihat dari hasil uji coba tunjangan berbasis kinerja guru yang dilakukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan dipresentasikan di hadapan Mendikbud. TNP2K melakukan uji coba program Kinerja dan Akuntabilitas Guru (KIAT Guru). Program tersebut dilakukan di 2 kecamatan yang ada di Kabupaten Ketapang, yakni Kecamatan Nanga Tayap dan Kecamatan Tumbang Titi. Dalam dua kecamatan tersebut uji coba diaplikasikan pada 10 sekolah, terhadap 68 guru dengan menggunakan tunjangan tamsil (APBD Kabupaten). Solusi ini sangat memungkinkan dan baik untuk dilakukan agar tujuan dari tunjangan yang diberikan tersebut selaras yaitu selain untuk meningkatkan kesejahteraan guru juga meningkatkan kualitas kinerja guru. Sehingga tidak terjadi lagi permasalahan seperti diatas. Guru yang meninggalkan kewajibanya akan tetapi haknya di tuntut penuh. Selain itu, bagi guru yang tersertifikasi atas dasar syarat usia diatas 50 tahun walaupun belum memenuhi syarat utama yaitu memiliki ijazah S1 atau DIV sebaiknya diberikan tunjangan yang tidak setara dengan tunjangan sertifikasi, karena secara tidak langsung itu membebani dari segi hakekat tunjangan sertifikasi ini di adakan. Alangkah lebih baiknya lagi kalau di lakukan pesiun walaupun dari segi umur belum waktunya. Akan tetapi, dari segi kemampuan mengemban amanah sudah jauh di bawah standar. Untuk solusi belum terpenuhinya syarat utama, sebenarnya bisa saja guru tersebut tersertifikasi. Karena pada dasarnya yang terpenting disini adalah bukan sejauh apa ataupun setinggi apa lulusan jenjang pendidikan seorang guru melainkan sejauh apa seorang guru tersebut menguasai sekaligus mengaplikasikan empat kompetensi yang ada pada dirinya. Sehingga guru tersebut memiliki bekal dalam mengajar, mendidik, mengarahkan, membimbing ataupun menilai dan mengevaluasi peserta didiknya.
















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulakan bahwa sertifikasi sangat berpengaruh terhadap kualitas kinerja guru di SDN 2 Sajanng. Adanya pengaruh ini di dasarkan pada proses sertifikasi guru yang ditempuh melalui jalur yang berbeda-beda. semua guru tersertifikasi melalui jalur PLPG akan tetapi penyebab kelulusanya tersebut yang berbeda. Ada yang lulus jalur PLPG murni karena persyaratan yang mendasar lainya terpenuhi dan sebagian non-S1 atau DIV tetapi karena usia sudah diatas 50 tahun dan golongan IVA. Sehingga perlu ditinjau kembali tata cara atau mekanisme dari pengadaan sertifikasi. Misalkan dengan mekanisme pembayaran tunjangan berbasis kinerja.
3.2 Saran
Perlu adanya pelatiahan yang lebih mendalam lagi bagi guru tersertifikasi, bukan hanya sekedar apa yang didapatkan pada saat PLPG. Karena pada dasarnya pelatihan tersebut tidak mampu membawa pengaruh banyak bagi kemajuan kualitas guru. Jadi perlu adanya kesadaran sendiri dari pihak guru untuk melatih dan mengembangkan lagi kemampuanya secara berkelanjutan.










DAFTAR PUSTAKA

Jaya, Nur.2015. Pengertian, Tujuan, Manfaat, dan Dasar Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru. Diakses dari:
http://agendajaya.blogspot.com (pada hari Jum’at, 1 Januari 2016 pukul 03:42 WITA).
Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nasution. 2006. Metode Research. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nirmala, Siska. 2015. Tunjangan Sertifikasi Guru 2016. Diakses dari:
http://www.pikiran-rakyat.com (pada hari Jum’at, 1 Januari 2016
pukul 04:02 WITA).
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2008. Bandung: Diperbanyak oleh Fokusmedia.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sarimayu, Farida. 2008. Sertifikasi Guru Apa, Mengapa dan Bagaimana?.
Bandung: Yrama Widya.
Saroni, Muhammad. 2006. Kiat Menjadi Pendidik Yang Kompeten. Yogyakarta: AR-RUZZ.
Soekarno, Fuji R. 2009. Kinerja Guru dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Diakses dari:
http://cindoprameswari.blogspot.com (pada hari Jum’at, 1 Januari 2016
pukul 04:07 WITA).
Sugiyono.2010. metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suyatno. 2008. Panduan Sertifikasi Guru. Jakarta: Indeks.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Mendiknas Nomor 11 Tahun 2005.2006.  Bandung: Citra Umbara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar